SEJARAH
RADIO ANTAR PENDUDUK INDONESIA (RAPI)
I. LATAR BELAKANG
Perkembangan teknologi radio di negara maju yang demikian pesatnya sehingga
memberikan kemudahan-kemudahan bagi manusia untuk melakukan kegiatan dalam
bidang telekomunikasi menggunakan teknologi radio. Telah banyak ditemukan
peralatan komunikasi radio dari yang sederhana sampai yang canggih dengan band
frekuensi yang bermacam-macam ukuran dan kelas emisinya, di antaranya adalah
penemuan alat komunikasi radio dengan band frekuensi 26,965-27,405 MHz.
Band frekuensi ini
termasuk kategori band High Frequency (
HF ) yang memiliki sifat khusus yang menjadi kelebihannya yaitu perambatan
gelombang radio pada jarak dekat merambat langsung dan pada jarak tertentu
memantul melalui ionosphere, sehingga
dapat menjangkau jarak yang sangat jauh dengan catu daya kecil, meskipun sangat
dipengaruhi kondisi cuaca dan iklim serta waktu siang atau malam, kualitas
audio pada jarak dekat sangat baik, namun pada jarak jauh kualitas audionya
mengandung noise internas yang tinggi dan tidak setabil, karena sifat kurang
baiknya menjadikan band frekuensi ini tidak dapat dimanfaatkan untuk keperluan
profit govermental maupun komersial.
II. RADIO CB MASUK KE INDONESIA
Kelebihan band
frekuensi HF ini, membuat digemari oleh para pemakainya dan sangat memasyarakat
bahkan band frekuensi ini menjadi populer dengan sebutan Citizent Band ( CB ),
alat komunikasi radio yang menggunakan band frekuensi ini menjadi popular
dengan nama Radio Citizent Band dan kebanyakan digunakan oleh masyarakat umum
untuk berkomunikasi dalam berbagai keperluan.
Pada tahun 1958
Penggemar alat komunikasi
radio CB di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa, serta
Jepang merupakan kelompok masyarakat exclusive karena di antara mereka dapat
berkomunikasi, saling tukar informasi dan bersahabat tanpa mengenal batas
negara, perbedaan etnis, bangsa dan agama dengan membentuk klub-klub penggemar
alat komunikasi radio CB membentuk suatu komunitas yang dikelola oleh suatu badan yang bernama Federal Comunications Commision/FCC, jadi di antara mereka telah
mengawali pola globalisasi dalam tata pergaulan internasional.
Di Amerika Serikat
kegunaan alat komunikasi radio CB pada waktu itu sangat dirasakan
oleh para pengemudi truk karena secara geografis negara Amerika Serikat
memungkinkan untuk itu, mengingat jarak antar negara bagian relatif jauh.
Sehingga untuk menghilangkan kejenuhan dan rasa kantuk maka para pengemudi truk
memanfaatkan sarana komunikasi ini untuk saling tukar informasi mengenai
kondisi lalu lintas, cuaca, berita gawat darurat dan lain-lain.
Hal tersebut sangat dimungkinkan
karena pancaran gelombang alat komunikasi radio CB dapat menjangkau jarak antar
negara yang sangat berjauhan. Lagi pula di negara-negara maju banyak yang
menganut tata nilai yang memberi kebebasan hak individu serta telah adanya
peraturan penyelenggaraan komunikasi
radio kepada perorangan, sehingga penggunaan alat komunikasi radio CB
menjadi sangat populer di masyarakat dengan kondisi yang demikian dapat
mendorong produsen elektronika di negara-negara maju seperti Amerika Serikat,
Eropa dan Jepang memproduksi perangkat komunikasi radio CB secara besar-besaran
karena dalam hal ini berlaku hukum
ekonomi dengan adanya proses demand and
suplay ( penawaran dan permintaan ).
Kondisi yang
digambarkan di atas terjadi pada era sebelum tahun tujuh puluhan ketika alat
komunikasi radio CB merupakan salah satu produk teknologi canggih yang banyak
memberikan kemudahan dan memberikan ciri khusus dan prestisius serta modern
bagi pemakainya, yang rata-rata dari golongan kelas menengah ke atas baik para
remaja maupun orang tua yang berjiwa muda dan trendy. Sehingga penyebaran alat
komunikasi radio CB saat itu sangat pesat sampai ke berbagai penjuru
dunia.
Pada saat itu alat
komunikasi radio CB juga masuk ke Indonesia namun tidak ada satu pun yang
mengetahui siapa yang pertama membawa masuk
alat komunikasi radio CB ke Indonesia.
Karena alat komunikasi radio CB masuk ke Indonesia kebanyakan dibawa
oleh orang-orang yang melakukan perjalanan dari luar negeri sebagai oleh-oleh
atau souvenir, serta dengan cara-cara lain yang illegal karena tidak melewati
prosedur impor barang yang lazim dilakukan.
Akibatnya keberadaan
alat komunikasi radio CB di Indonesia tidak terkendali dan tidak terdata dengan
baik, lagi pula pemerintah saat itu belum mengatur secara khusus dalam hal
penggunaan alat komunikasi radio CB, padahal dalam kenyataannya pemilik alat
komunikasi radio CB saat itu sudah demikian banyak tersebar di kota-kota besar
di Indonesia.
Meskipun para pengguna
alat komunikasi radio CB hanya menggunakan perangkatnya untuk saling
berkomunikasi, saling tukar informasi dan menjalin persahabatan, namun
kemungkinan timbulnya dampak negatif dari penggunaan sarana komunikasi yang
tidak terkendali pastilah ada, misalnya terganggunya peralatan komunikasi lain
yang telah ada dan sah, atau kemungkinan digunakan untuk tindakan kriminal
bahkan mungkin tindakan yang mengancam keamanan negara.
III. DAMPAK KEHADIRAN RADIO CB DAN ANTISIPASINYA
Kekawatiran akan timbulnya
dampak negatif pada keberadaan pengguna alat komunikasi radio CB mulai
dirasakan, hal demikian dapat dimaklumi karena alat komunikasi radio merupakan
sarana telekomunikasi yang praktis, ekonomis dan strategis, sehingga akan
sangat berbahaya terhadap keamanan negara apabila alat ini jatuh ke tangan yang
salah, dan keberadaan pengguna alat komunikasi radio CB yang tidak terkendali
dengan baik berpotensi menimbulkan kerawanan yang dapat merugikan.
Hal tersebut mendorong adanya tindakan dari pemerintah dalam
tindakan antisipasi, dengan melakukan penertiban terhadap pengguna alat
komunikasi radio CB yang tidak sah meskipun saat itu belum ada peraturan dan
ketentuan dalam penggunaan alat komunikasi radio CB. Tindakan penertiban,
dengan merazia, menyita serta manangkap ( sweeping ) pengguna alat komunikasi
radio CB yang telah dilakukan pemerintah ternyata tidak dapat menyelesaikan
masalah, karena meskipun berulang kali diadakan penertiban namun keberadaan dan
kegiatan mereka masih tetap dan bahkan semakin bertambah. Ini menunjukkan bahwa
kehadiran alat komunikasi radio CB sudah menjadi tuntutan kebutuhan masyarakat.
Dari kenyataan yang demikian pada akhirnya pemerintah baru menyadari bahwa
membendung arus masuknya alat komunikasi radio CB sangatlah sulit, dan
satu-satunya solusi terhadap masalah ini adalah me-legal-kan penggunaan alat komunikasi radio CB di Indonesia.
IV. AWAL MULA KEBERADAAN KRAP DAN LAHIRNYA RAPI
Tindakan penertiban oleh pemerintah terhadap
keberadaan pengguna alat komunikasi radio CB diawali dari Jakarta sebagai
Ibukota Negara. Dalam penertiban ini ditunjuk sebagai pelaksana operasi adalah
Garnisun Ibukota yang saat itu di-Komandani oleh Brigjend TNI Eddy Marzuki
Nalapraya-JZ 09 AAA, yang selanjutnya pernah menjabat ketua umum RAPI Pusat
periode tahun 1993-1998, dan dikukuhkan sebagai Bapak RAPI berdasarkan hasil
Munas ke-5 di Ciawi, Bogor, Jawa Barat.
Dari kegiatan
penertiban ini diketahui suatu kenyataan bahwa keberadaan pengguna alat
komunikasi radio CB yang berhasil terjaring jumlahnya sangat banyak dan
eksistensinya tersebar di seluruh wilayah Ibukota – ini baru di Ibukota Negara
belum yang ada di kota-kota besar di seluruh Indonesia – jadi mereka merupakan
kelompok masyarakat penggemar alat komunikasi radio CB, yang mempunyai
kepentingan serta kebutuhan yang sangat mendasar dan perlu mendapat perhatian
untuk dipenuhi.
Kebutuhan mendasar yang
dimaksud adalah adanya keinginan berserikat di antara mereka dan kepentingannya
adalah dalam bentuk kebebasan melakukan kegiatan untuk berpartisipasi dalam
mengisi kemerdekaan Republik Indonesia melalui komunikasi radio. Dengan menginginkan
penggunaan peralatan radio dengan band frekuensi 26,965-27,405 MHz, dimasukkan
ke dalam sistem Telekomunikasi Nasional. Berawal dari sini terjadi dialog
antara pemerintah dan masyarakat penggemar alat komunikasi radio CB, yang
menyangkut keberadaan dan kepentingan kedua belah pihak. Dari dialog ini diketahui beberapa fakta yang sangat penting dari
eksistensi mereka yaitu :
Pertama : Kegiatan mereka dalam menggunakan alat komunikasi radio CB hanya merupakan kegiatan kesenangan ( hobby )
berkomunikasi dengan radio guna menjalin persahabatan antar mereka, ini
merupakan kegiatan sosial kemasyarakatan yang positif karena pada gilirannya
akan dapat memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.
·
Kedua : Mereka berasal dari berbagai latar belakang baik
status sosial, budaya, dan pendidikan yang sangat jelas dan baik, di antaranya
pemuda, pelajar dan mahasiswa, ada pengusaha, pedagang, pegawai negeri dan
swasta, juga banyak yang berstatus sarjana dari berbagai disiplin ilmu bahkan
banyak juga dari anggota TNI ( dulu ABRI
), sehingga sudah tidak diragukan lagi loyalitas dan dedikasi terhadap bangsa
dan negara.
·
Ketiga : Mereka mempunyai keinginan yang kuat untuk mendapatkan
kesempatan dan pengakuan atas keberadaannya dan meminta hak untuk menggunakan
alat komunikasi radio CB secara sah, sebagai konsekuensinya akan memenuhi
ketentuan dan peraturan yang berlaku.
·
Keempat : Keberadaan kelompok penggemar alat komunikasi radio CB
tidak hanya di Jakarta saja namun sudah tersebar di kota-kota besar di seluruh
Indonesia.
Jadi dari keempat aspek
penting tersebut dapat dinilai dan disepakati bahwa : Keberadaan para penggemar
alat komunikasi radio CB merupakan asset tersendiri yang perlu dibina dan
diarahkan untuk kepentingan yang lebih luas terutama dalam hal menggalang persatuan
dan kesatuan bangsa, hal ini merupakan salah satu tujuan penyelenggaraan
telekomunikasi di Indonesia.
Karena mereka
menggunakan alat komunikasi radio CB untuk kegiatan komunikasi radio antar
mereka ( masyarakat=penduduk ), maka istilah Citizent Band di-Indonesia-kan dan
diterima dengan pengertian Komunikasi
Radio Antar Penduduk ( KRAP ). Frekuensinya tetap pada 26,965-27,405 MHz,
pada pita frekuensi tersebut panjang gelombang atau lambda-nya adalah 11 ( sebelas ) meter, oleh karenanya penggemar
KRAP masih tetap dikenal sebagai kelompok pecinta
11 ( sebelas ) meteran. Sedangkan komunikasi radio antar penduduk karena
fungsinya, agar diperjuangkan untuk dapat dimasukkan ke dalam sistem
Telekomunikasi Nasional.
Dari proses negoisasi
antara pihak pemerintah -- Departemen Perhubungan -- saat itu, dan masyarakat
pengguna KRAP, pemerintah memutuskan untuk memberikan wadah resmi bagi
masyarakat KRAP dalam bentuk organisasi, Sebagai landasan hukum atau
ketentuan-ketentuan yang mengatur penyelenggaraan KRAP di Indonesia dituangkan
dalam:
1.
SK Menteri Perhubungan RI Nomor SI. 11/HK.501/Phb-80 tanggal
6 Oktober 1980 tentang Perizinan Penyelenggaraan Komunikasi Radio Antar
Penduduk dengan maksud melindungi kepentingan umum dan kepentingan serta hak
memakai komunikasi radio antar penduduk dengan ketentuan-ketentuan khusus dalam
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, di bawah pembinaan teknis dari
Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi Departemen Perhubungan RI.
2.
SK Direktorat Jenderal
Pos dan Telekomunikasi Nomor 125/Dirjend/80
tanggal 10 Nopember 1980 tentang didirikannya organisasi RAPI ditandai dengan
terbentuknya Pengurus Pusat RADIO ANTAR PENDUDUK INDONESIA yang kemudian
tanggal tersebut ditetapkan sebagai tanggal kelahiran RAPI.
3.
SK Direktorat Jenderal
Pos dan Telekomunikasi Nomor
22/Dirjend/81 tanggal 16 Februari 1981 tentang Persyaratan teknik
Komunikasi Radio Antar Penduduk.
Selanjutnya para
aktifis KRAP menyelenggarakan rapat pada tanggal 2 Desember 1980 di Jakarta
untuk menyusun Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. AD-ART RAPI mengalami
perubahan dan penyempurnaan sesuai tuntutan jaman dan adanya saran pendapat
yang berkembang dalam perkembangan organisasi. Hal tersebut terjadi pada saat
Konggres RAPI pertama tanggal 25 Maret 1984, disempurnakan pada Konggres RAPI
kedua selaku Munas RAPI ke-2 di Cipayung Jawa Barat pada tanggal 29 Nopember
1987, Munas RAPI ke-3 di Bandung Jawa Barat tanggal 27 Juni 1993, Munas RAPI
ke-4 tangggal 30 Januari 2000 di Denpasar Bali, dan yang terakhir Munas RAPI
ke-5 tanggal 22 Mei 2005 di Ciawi, Bogor, Jawa Barat.
Merupakan suatu anugrah
yang tak ternilai karena tanggal 10 Nopember 1980 bertepatan dengan Hari
Pahlawan, para Pahlawan patriot bangsa pada saat itu dengan gigihnya berjuang
dengan tidak kenal menyerah dalam mempertahankan kemerdekaan negara Republik
Indonesia. Sudah barang tentu sangat diharapkan agar keberadaan organisasi RAPI
dalam setiap kegiatan para anggotanya selalu dijiwai oleh semangat
ke-Pahlawan-an yang sejati dalam mengabdi serta membela bangsa dan negara.
V. KEBERADAAN KRAP TERHADAP UU TELEKOMUNIKASI RI
Keberadaan KRAP
terhadap Undang-Undang Telekomunikasi Republik Indonesia harus diterima dengan
pengertian bahwa : Penyelenggara Telekomunikasi menggunakan spektrum frekuensi
yang berada dalam ruang angkasa, ruang angkasa adalah merupakan bagian dari
kekayaan yang menyangkut hajat hidup orang banyak. harus juga dimaklumi bahwa
dalam UUD 1945 pasal 33 ayat ( 3 ) tertulis : Bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, oleh
karena itu pelaksanaannya harus dilakukan oleh pemerintah.
Dalam pemanfaatan ruang angkasa
untuk keperluan telekomunikasi telah diatur supaya mencapai hasil guna yang
optimal dalam bentuk Undang-Undang. Telekomunikasi
adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari setiap
informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi
melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya; Jadi
kegiatan dan perangkat KRAP adalah kegiatan dan perangkat telekomunikasi.
Penyelenggaraan telekomunikasi mempunyai arti
sangat strategis dalam upaya memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa,
meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata,
mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta menunjang
pembangunan bangsa Indonesia seutuhnya.
Penyelenggaraan telekomunikasi dilaksanakan oleh pemerintah, yang
selanjutnya untuk penyelenggara jasa telekomunikasi dapat dilimpahkan kepada
badan penyelenggara. Penyelenggaraan
telekomunikasi khusus dapat dilakukan Perseorangan, Instansi pemerintah, Badan
hukum selain penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa
telekomunikasi. ( pasal 8 ayat ( 2 ) UU 36 tahun 1999). Penyelenggaraan
telekomunikasi khusus untuk keperluan perseorangan meliputi : amatir radio dan komunikasi radio antar
penduduk. ( PP RI No. 52 Tahun 2000 BAB III Pasal 40, Pasal 41
dan Pasal 42 ).
Jadi dari uraian tersebut diketahui dengan
jelas bahwa keberadaan Komunikasi Radio Antar Penduduk ( KRAP ) diakui secara
sah sebagai salah satu bagian dari sistem Telekomunikasi Nasional yang diatur
dengan Undang-Undang Telekomunikasi yang berlaku di Indonesia dan keberadaan
RAPI sangat relevan dalam era
pembangunan sampai pada era reformasi saat ini. Lebih spesifik lagi dalam
penggunaan frekuensi, KRAP tidak lagi pada frekuensi 26,965-27,405 MHz namun
tidak menutup kemungkinan diberikan pita frekuensi lain sesuai peruntukannya.
Perlu diketahui oleh
para penyelenggara telekomunikasi
terutama anggota RAPI bahwa Indonesia sebagai anggota Perhimpunan
Telekomunikasi Internasional ( ITU=International Telecomunication Union ),
berkewajiban memahami dan mematuhi bahwa penggunaan spektrum frekuensi untuk
kegiatan telekomunikasi yang menggunakan gelombang radio terikat pada prinsip
yang diakui secara internasional yaitu : Prinsip
tidak saling mengganggu dan sesuai peruntukannya. Dalam BAB X Pasal 27 ayat ( 1 ) UUD 1945 disebutkan : Segala warga negara bersamaan kedudukannya
di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu
dengan tidak ada kecualinya.
Oleh karenanya
setiap anggota RAPI dituntut untuk taat terhadap segala peraturan pemerintah
yang berlaku, anggota RAPI sebagai warga negara yang baik harus mempunyai rasa tanggung jawab akan masa
depan bangsa dan negara Republik Indonesia, oleh karenanya harus turut
berpartisipasi aktif dalam mengisi kemerdekaan dan mewujudkan cita-cita
nasional melalui kegiatan KRAP. Setiap anggota RAPI harus mengetahui secara
persis keberadaan organisasi RAPI baik terhadap Undang-Undang Telekomunikasi,
Peraturan Pemerintah, maupun Surat Keputusan Menteri serta Ketentuan-ketentuan
di bawahnya yang relevan, jadi tidak ada
alasan untuk ragu-ragu dalam berkiprah mengabdi pada Ibu Pertiwi melalui RAPI,
dengan selalu berpedoman pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta
Peraturan Organisasi.
VI. PERKEMBANGAN DAN PERJALANAN ORGANISASI RAPI
Setelah terbentuknya
organisasi RAPI, yang menjadi cita-cita dan harapan didirikannya organisasi
RAPI mulai diwujudkan yaitu : dalam waktu relatif singkat antara tahun 1980
sampai 1984 telah terbentuk kepengurusan RAPI Daerah dari 27 ( Dua puluh tujuh
) Provinsi yang ada telah
terbentuk 26 ( Dua puluh enam ) RAPI Daerah – Sampai saat ini ada 34 ( Tiga puluh empat ) RAPI Provinsi tidak termasuk RAPI Provinsi 17 ( Tujuh belas ) Timor Timur yang telah lepas
menjadi negara Timor Leste – Pertambahan anggota juga demikian pesat dari yang
mula-mula hanya tercatat sekurang-kurangnya 20.000 anggota pada tahun 1984,
saat ini sudah bertambah menjadi ratusan ribu anggota di seluruh Indonesia.
Kegiatan Komunikasi
Radio Antar Penduduk berjalan dan berkesinambungan sehingga keakraban antar
anggota RAPI meskipun tersebar di
seluruh pelosok tanah air, benar-benar terjalin dengan baik sehingga tidak
berlebihan apabila dikatakan RAPI adalah satu keluarga besar yang harmonis, ini
dimungkinkan karena asas dan tujuan yang diamanatkan dalam AD-ART telah
berjalan sebagaimana mestinya.
RAPI selalu tampil
dan berperan aktif dalam setiap kegiatan pemerintah, baik dalam kegiatan sosial
kemasyarakatan, politik, olah raga, Pramuka, dan penanggulangan bencana alam di
tingkat Daerah maupun Nasional, telah tercatat kegiatan-kegiatan yang di
antaranya:
1)
Bantuan Komunikasi
PEMILU sejak tahun 1982 sampai tahun 2008.
2)
Dipercaya oleh Yayasan
Pengembangan Suku Asmat untuk
membuka isolasi Komunikasi Radio antara
Jakarta dengan Lembah Baliem Papua ( baca : Irian Jaya ).
3)
Bantuan Komunikasi
Penaggulangan Bencana Alam Meletusnya Gunung Galunggung di Jawa Barat, Gunung
Merapi di Jawa Tengah, Gunung Bamalam di Sulawesi Utara, Banjir di berbagai
daerah, Gempa dan Tzunami Di Nanggro Aceh Darussalam dan Sumatera Utara, Gempa
di Yoyakarta dan Jawa Tengah dan masih banyak lagi yang lain.
4)
Bantuan Komunikasi
kegiatan Jambore Nasional Pramuka, Pengawalan Api PON XI dari Banda Aceh ke
Surabaya kemudian ke Jakarta selama 44 ( empat puluh empat ) hari,
Penyelenggaraan PON XI, PON XII, PON XIII dan SEA GAMES XIV tahun 1987.
5)
Bantuan Komunikasi
Pemberangkatan dan pemulangan Haji, Pengamanan Idul Fitri, Natal dan Tahun Baru dari tahun ke
tahun tanpa berhenti.
6)
Selalu terlibat aktif
pada event-event Peringatan Hari Besar Nasional ( PHBN ), Peringatan Hari Besar
Agama ( PHBA ), Hari Kesetiakawanan Sosial, Kirab Remaja baik tingkat Pusat
maupun tingkat Daerah.
7)
Berpartisipasi aktif
dalam Satuan Komunikasi Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (SATKOMKAMTIBMAS )
bekerja sama dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia ( POLRI ).
Kemajuan demi kamajuan
telah dicapai oleh organisasi RAPI, apa yang dimiliki dan yang terbaik telah
diberikan untuk pengabdian dalam mengisi kemerdekaan negara yang sedang
membangun ini, masa kebesaran dan kejayaan RAPI tengah dirasakan hingga saat
itu.
Namun sayang sekali hal
tersebut tidak berlangsung lama, karena tanpa alasan yang jelas terbitlah :
SK Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi Nomor : KM.
48/PT.307/MPPT-85 tanggal 19 Juni 1985, yang antara lain menetapkan :Bahwa penggunaan band HF ini secara bertahap dan seluruhnya ditiadakan
dalam jangka waktu 4 ( empat ) tahun terhitung sejak tanggal Keputusan ini ditetapkan. ( pasal 6 ayat 2
huruf ( c ) ) Adapun pelaksanaannya diatur dengan :
SK Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi Nomor :
97/Dirjen/1985, isinya sbb :
Pasal 12 ayat 2 huruf ( c ) :
Bahwa penggunaan band HF ini akan dikurangi secara bertahap dan seluruhnya
ditiadakan dalam jangka waktu 4 ( empat ) tahun terhitung sejak tanggal 19 Juni 1985.
Pasal 12 ayat 2 huruf ( d ) :
Pelaksanaan Pengurangan secara bertahap tersebut ditentukan sbb :
1.
Perangkat KRAP buatan
luar negeri, masa berlaku izinnya berakhir sampai tanggal 1 Oktober 1986.
2.
Izin baru untuk band HF
per tanggal 1 Oktober 1986 tidak diberikan
lagi.
3.
Perangkat KRAP
buatan dalam negeri yang menggunakan
band HF masih dapat diperpanjang tiap tahunnya dan berakhir sampai tanggal 19
Juni 1989.
Terbitnya SK Menteri
Pariwisata Pos dan Telekomunikasi Nomor : KM. 48/PT.307/MPPT-85, sebagai
landasan hukum pencabutan hak pakai band HF : 26,965- 27,405 MHz, diberikan
pengganti band UHF : 476,425-477,400 MHz. namun hal ini masih mendapatkan
reaksi kekecewaan dari para pelaku organisasi RAPI. Berbagai upaya dilakukan untuk memperjuangkan hak pakai
band HF bagi RAPI, dalam usaha inimembuahkan hasil dengan terbitnya :
SK Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi Nomor :
79/PT.307/MPPT-87 tanggal 12 Nopember 1987, yang merupakan perubahan SK Menteri
Pariwisata Pos dan Telekomunikasi No. KM. 48/PT.307/MPPT-85 dengan perubahan
ketentuan bahwa izin baru bagi pengguna KRAP dibatasi sampai tanggal 1 Oktober
1991, dengan peniadaan secara keseluruhan harus sudah selesai sampai tanggal 19
Juni 1994. Kedua SK Menteri tersebut memang ditujukan untuk menghapus hak pakai
band HF, sebagai gantinya pemerintah memberikan band UHF ( Ultra High Frequency
) yaitu pada band frekuensi 476,425-477,400 MHz, namun bagi insan KRAP dalam
organisasi RAPI band HF adalah NYAWA RAPI.
Jadi jika pemerintah memaksakan untuk mengambil hak pakai
band HF dari RAPI, sama halnya membunuh dan membubarkan organisasi RAPI,
terbukti dengan diterbitkannya SK Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi
Nomor KM. 48/PT.307/MPPT-85, dirasakan sangat memukul semangat juang anggota
RAPI karena jerih payah dan usaha keras
serta pengabdian yang selama ini dilakukan oleh anggota RAPI dirasa tidak
mendapatkan perhatian dan apresiasi yang layak dari pemerintah, sehingga
semangat pengabdian sebagian pengurus dan anggota menurun, bersikap apatis
bahkan banyak yang pindah ke organisasi lain secara diam-diam. Kondisi
organisasi RAPI dapat dikatakan Hidup
segan mati pun tak mau, hal semacam ini bila dibiarkan hanya tinggal
menunggu waktu, Tutup layar panggung
bagi pengabdian anggota organisasi RAPI.
Syukurlah, ternyata sebagian anggota dan pengurus RAPI
yang masih ada kepedulian dan semangat tinggi, terdorong adanya rasa tanggung
jawab moral akan kelangsungan hidup organisasi, karenanya berbagai upaya telah
dilakukan agar organisasi tetap eksis dan survive, dengan upaya-upaya :
1) Tetap melaksanakan kegiatan organisasi sebagaimana mestinya agar
eksistensi organisasi tetap terlihat.
2) Melakukan pendekatan dan lobby kepada pihak-pihak yang terkait dengan keberadaan organisasi RAPI.
3) Selalu meyakinkan kepada setiap anggota bahwa dengan persatuan dan kerja
keras dalam memperjuangkan kepentingan anggota lewat organisasi Insya Allah
akan membuahkan hasil, karena dalam berorganisasi kepentingan dan kekuatan
orang banyak akan memiliki posisi dan kekuatan dalam berunding ( Barganing
Position and Power ).
Apa yang dilakukan oleh para aktifis RAPI baik di tingkat Pusat
maupun di tingkat Daerah akhirnya membuahkan hasil yang sangat menggebirakan
ditandai dengan terbitnya :
SK Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi Republik
Indonesia Nomor : KM. 26/PT.307/MPPT-92 tanggal 30 Maret 1992, pada BAB V Pasal
18 berbunyi :
Dengan belakunya Keputusan ini, maka Keputusan Menteri Pariwisata Pos dan
Telekomunikasi Nomor : KM. 48/PT.307/MPPT-85 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi
Radio Antar Penduduk jo Keputusan
Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi Nomor : KM. 79/PT.307/MPPT-87
dinyatakan TIDAK BERLAKU.
Hal tersebut mengandung maksud hak menggunakan band HF pada frekuensi
26,965-27,405 MHz berlaku kembali
bagi organisasi RAPI, bahkan apa yang
tersurat maupun tersirat dalam KM. 26/PT.307/MPPT-92 merupakan sesuatu yang
dapat memacu semangat baru bagi pelaku organisasi, karena band HF pada
frekuensi 26,965-27,405 MHz tidak hanya diperbolehkan kembali untuk digunakan,
dan jangkauan pancar yang semula dibatasi 50 ( lima puluh ) KM, untuk
selanjutnya diizinkan ke seluruh wilayah
Republik Indonesia. Perangkat buatan
luar negeri maupun dalam negeri tidak dibedakan yang selanjutnya masih
dimungkinkan untuk diberi tambahan band frekuensi lain untuk kegiatan KRAP bagi
RAPI.
Keberhasilan usaha yang dilakukan para pelaku organisasi
RAPI semakin terlihat nyata dengan diterbitkannya :
SK Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi Nomor :
92/Dirjen/1994 tanggal 26 Juli 1994 tentang Ketentuan Pelaksanaan Komunikasi
Radio Antar Penduduk ( KRAP ), keberadaan dan legalitas organisasi RAPI semakin
nyata, karena penggunaan band frekuensi tidak terbatas pada frekuensi
26,965-27,405 MHz melainkan sesuai Pasal 23 disebutkan Penetapan Alokasi
Frekuensi untuk RAPI meliputi :
1) HF/High Frequency
à 26,960–27,410
MHz ( 11 M Band ) dibagi 40 alur.
2) VHF/Very High Frequency
à 142,0375–143,5375 MHz ( 2 M Band ) dibagi 60 alur.
3) UHF/Ultra High Frequency à
476,410–477,415 MHz ( 0.60 M Band ) dibagi 40 alur.
Selain itu organisasi RAPI telah tercatat pada
Direktorat Sosial Politik Departemen Dalam Negeri dengan nomor urut pendaftaran
92 pada Lembaran Negara yang diterbitkan untuk itu. Dalam perkembangannya, pada
tanggal 8 September 1999 legalitas organisasi RAPI semakin dipertegas dengan
diundangkannya :
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor : 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi sebagai
pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor : 3 Tahun 1989, dan dijabarkan
dengan Peraturan Pemerintah Nomor : 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan
Telekomunikasi, dan Peraturan Pemerintah Nomor : 53 Tahun 2000 tentang
Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit, lebih khusus lagi pada
tanggal 31 Desember 2003 diterbitkan : SK Menteri Perhubungan Republik
Indonesia Nomor : KM. 77 Tahun 2003 tentang Pedoman Kegiatan Komunikasi Radio
Antar Penduduk ( KRAP ).
Dengan ditetapkannya keputusan
Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor : KM. 77 Tahun 2003 tersebut,
maka Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor : KM
26/PT.307/MPPT-92 dan Keputusan Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi Nomor :
92/Dirjen/1994 tentang Keputusan Pelaksanaan Komunikasi Radio Antar Penduduk
dinyatakan tidak berlaku sesuai Pasal 23 ayat 4 :
Penggunaan band frekuensi UHF untuk kegiatan pada
band frekuensi 476.410 MHz-477.415 MHz yang dibagi menjadi 40 aluran, setelah 4
( empat ) tahun terhitung mulai tanggal berlakunya keputusan ini dicabut, artinya :
bahwa sejak 26 Juni 1998 band UHF bukan merupakan
alokasi frekuensi untuk RAPI
sebagaimana juga tercantum dalam SK Direktur Jenderal Pos dan
Telekomunikasi Nomor :
1495/207/Ditbinfrek VI/1998 tanggal 8 Juni 1998 tentang pencabutan Band
Frekuensi UHF.
1.
Namun demikian seiring dengan perkembangan
organisasi RAPI, SK Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor : KM. 77 Tahun
2003, saat ini telah di revisi dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan
Informatika Nomor 34/PER/M.KOMINFO/8/2009, tentang Penyelenggaraan Komunikasi Radio Antar
Penduduk;
Adapun
subtansi dari revisi tersebut di antaranya antara lain :
ü Masa berlaku IKRAP menjadi 5 tahun
ü Pengurusan 10,28 kembali terpusat di RAPI Nasional
ü Frekuensi VHF/Very High Frequency
142.000-143.600 MHz
Dari
semua yang telah digambarkan tersebut, untuk masa yang akan datang organisasi
RAPI ditantang untuk kembali membuktikan kiprah dan karya nyata dalam ikut
mengisi kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar